BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam
keadaan normal setiap orang memiliki
kemampuan mengendalikan rasa takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus
menerus dengan subjek fobia, hal
tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu keadaan
dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh ketidak-mampuan
orang yang bersangkutan dalam mengendalikan perasaan takutnya. Penyebab lain
terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang sangat ekstrim
seperti trauma bom, terjebak lift, kecelakaan dan lain sebagainya.
Seseorang
yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki kesulitan emosi
(mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan orang tersebut
tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat. Setiap kali orang tersebut dengan sumber fobia secara otomatis akan merasa cemas dan
agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan cepat adalah dengan
cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan fiksasi tersebut.
Kecemasan
yang tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan akumulasi emosi
negatif yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah sadar (represi).
Pola respon negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek-subjek fobia
lainnya dan intensitasnya semakin meningkat.
Walaupun
terlihat sepele, “pola” respon tersebut akan dipakai terus menerus untuk
merespon masalah lainnya. Itu sebabnya seseorang penderita fobia menjadi
semakin rentan dan semakin tidak produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis-jenis
hambatan sukses lainnya.
Beberapa
jenis phobia dapat disembuhkan dengan berbagai cara salah satunya dengan terapi.
Namun demikian, semua tergantung dengan penderita phobia itu sendiri. Adapula
yang sembuh sendirinya seiring bertabahnya usia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian phobia?
2. Apa itu hemophobia?
3. Apa penyebab hemophobia?
4. Apa gejala-gejala hemophobia?
5. Bagaimana penanganan penderita hemophobia?
6. Bagaimana contoh kasus hemophobia yang ada
dimasyarakat?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan
Umum
Untuk melengkapi tugas mata kuliah psikologi
kesehatan yang diberikan dosen pengajar kepada penulis.
2. Tujuan Khusus
a.
Mengetahui
apa itu phobia.
b.
Mengetahui
jenis-jenis phobia.
c.
Mengetahui
lebih spesifik apa itu homophobia.
d.
Mengetahui
penyebab phobia.
e.
Mengetahui
gejala-gejala phobia.
f.
Mengetahui
cara penanganan penderita phobia.
g.
Mengetahui
salah satu contoh kasus homophobia.
D. MANFAAT PENULISAN
Makalah
ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa, sehingga
dapat lebih mengetahui dan memahami lebih detail tentang apa itu homophobia,
jenis-jenis, gejala-gejala, penanganan, serta contoh kasus homophobia yang ada
di masyarakat.
BAB. II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
PHOBIA
Kata phobia bukanlah lagi sebuah istilah yang asing dikalangan
masyarakat seperti di Indonesia, bahkan kata phobia sudah menjadi bahasa pergaulan sehari-hari. Namun
seringkali seseorang dengan mudah menyebut orang lain ataupun dirinya sendiri phobia, jika orang tersebut memiliki rasa takut
terhadap sesuatu sehingga kata-kata phobia
menjadi populer di pergaulan kita sehari-hari. Namun apakah pengertian akan
rasa takut yang dipikirkan oleh masyarakat pada umumnya itu merupakan makna
sebenarnya dari phobia itu
sendiri?
Lalu, apakah jika seseorang takut
ketika melihat ular lalu kita dapat menyebut orang itu phobia ular? Dan apakah jika seseorang yang jijik ketika melihat
seekor kecoa lalu kita dapat menyebut orang
itu mengalami phobia
kecoa? Tapi penulis yakin semua orang takut
pasti akan merasa takut jika bertemu dengan ular liar yang berbisa, ya
kecuali pawang ular.
Sebelum membahas lebih dalam
mengenai phobia akan
dijelaskan terlebih dahulu definisi dari
rasa takut. Rasa takut sediri adalah suatu bentuk respon yang secara biologis
merupakan mekanisme perlindungan bagi seseorang pada saat menghadapi bahaya.
Ketakutan adalah emosi yang umumnya muncul pada saat seseorang menghadapi suatu
hal yang berpotensi dapat membuat seseorang merasa dalam bahaya.
Namun dilain pihak, ketakutan itu
sendiri merupakan sebuah tanda peringatan bagi seseorang untuk menyadari bahwa
ada suatu hal yang dapat mengancam hidupnya sehingga seseorang akan cenderung
untuk berhenti melihat, menyentuh, mendengar, mencium atau apapun itu terkait
dengan penginderaan sehingga sumber rasa takut tersebut tidak lagi dirasakan.
Setiap orang memiliki respon yang
berbeda-beda dalam menghadapi situasi yang menakutkan. Sebagai contoh ada orang yang tidak takut
pada anjing bahkan ketika anjing tersebut menggonggong. Tapi ada orang lain
yang takut terhadap gonggongan anjing atau bahkan hanya dengan melihat seekor
anjing orang tersebut dapat merasa takut.
Ada orang lain yang benar-benar
takut mendengar halilintar, sedang ada
orang lain yang tidak. Namun adalah hal
normal pada saat menghadapi bahaya tertentu seseorang merasakan takut dan
tingkat ketakutan seseorang umumnya berbanding lurus dengan besar-kecilnya
bahaya yang dihadapi.
Rasa takut yang sedemikian hebat
namun tidak sebanding dengan penyebabnya inilah yang kita sebut dengan phobia.
Sebagai contoh, hanya dengan melihat seekor kecoa seseorang lalu seseorang
dapat menjerit dengan histerisnya dan berpikir bahwa kecoa tersebut akan
memakannya atau berpikir mengenai apapun itu yang tentunya diluar akal sehat
kita. Dalam dunia psikologi rasa takut seperti ini disebut sebagai kecemasan
neurotik.
Menurut Freud, kecemasan neurotik adalah rasa
cemas akibat bahaya yang tidak diketahui (Feist 1, 2011:38). Rollo May
mendefinisikan kecemasan neurotik sebagai “reaksi yang tidak tepat atas
suatu ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk lain dari konflik
intrapsikis, yang dikelola oleh bermacam bentuk pemblokiran aktivitas dan
kesadaran (Feist 2, 2011:53).
Secara harafiah,
kata phobia sendiri berasal
dari bahasa Yunani, yakni phobos yang
berarti lari, takut, panik, atau takut yang terasa sangat hebat. Istilah ini
memang sudah dipakai sejak zaman Hippocrates. Phobia juga didefinisikan sebagai kecemasan
neurotik yang tidak rasional
terhadap sesuatu atau situasi yang sebenarnya tidak menakutkan namun
menyebabkan seseorang untuk menghindarinya karena dianggap sesuatu atau situasi
tersebut dapat mengancam hidupnya. Phobia juga menyebabkan tekanan
secara fisik dan psikologis dan dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk
dapat beraktifitas secara normal.
Phobia merupakan suatu mekanisme
pelarian diri dari konflik-konflik bathiniah dari jiwa seseorang. Mungkin ada
sekitar 80 atau bahkan 100 macam phobia yang dikenal orang sekarang. Phobia-
phobia itu menyebabkan timbulnya ketakutan yang absurd dan tak masuk akal.
Biasanya phobia-phobia tersebut berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang
terpendam, yang ditekan dalam-dalam dan dilupakan.
Ada berbagai
macam-macam phobia, mulai dari phobia terhadap kecoa; ular;
laba-laba; tempat gelap; tempat sempit; maupun tempat ramai, namun demikian
berdasarkan buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual
for Mental Disorder IV) phobia dikelompokan kedalam 3 kategori,
yakni:
1)
Phobia sederhana
atau spesifik
Phobia sederhana atau spesifik adalah phobia terhadap suatu obyek atau keadaan tertentu seperti pada
binatang, tempat tertutup, ketinggian, darah dan lain lain.
2)
Phobia social
Phobia social adalah phobia terhadap pemaparan situasi sosial
seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari
tempat-tempat ramai.
3)
Phobia kompleks
Phobia kompleks
adalah phobia terhadap
tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum atau mall, dan
orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
Begitu banyak pendapat tentang
fobia, dapat disimpulkan bahwa fobia adalah suatu bentuk rasa takut yang :
· Tidak sesuai dengan keadaan
lingkungan.
· Tidak dapat diterangkan atau
dijelaskan.
· Yang khas, yang tidak masuk akal.
· Tidak dapat diatasi walaupun
disadari penderita.
· Rasa takut secara umum timbul
sebagai interaksi dari 3 faktor berikut ini:
· Secara biologik ditentukan sejak
lahir.
· Bergantung pada proses maturasi.
· Rasa takut yang berasal dari
pembelajaran seseorang dan lingkungan sosial.
· Rasa takut yang spesifik dapat
disebabkan antara lain:
1. pengaruh filogenetik
2. pengaruh keturunan
3. kepribadian
4. pengaruh budaya dan daerah (adat istiadat)
5.
trauma dan tekanan
Suatu trauma yang mendadak sering
disertai fobia dari benda yang ada hubungannya dengan peristiwa itu. Trauma
dapat berupa psikologis atau fisik. Fobia juga mulai setelah adanya tekanan
yang umum dalam kehidupan. Sekali fobia telah terjangkit, maka dapat menjalar
ke pancaindera lainnya.
B. HEMOPHOBIA
Darah
tentunya merupakan bagian dari tubuh manusia yang juga penting untuk
kelangsungan hidup manusia, selain organ-organ tubuh manusia lainnya. Secara
garis besar darah terdiri dari dua yaitu sel darah merah yang berfungsi untuk
mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh dan sel darah putih yang berfungsi
untuk antibodi, melindungi dari infeksi virus, dan bakteri serta jamur. Akan
tetapi ada pula yang takut atau phobia melihat darah. Bahkan saking takutnya,
orang tersebut dapat pingsan ketika melihat darah.
Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Isaac Marks dari Institute of Psychiatry
di London menyimpulkan Sekitar 30 persen anak-anak takut melihat darah.
Ketakutan ini pada akhirnya berlanjut hingga usia dewasa. Rasa trauma yang
mendalam ini mengakibatkan rata-rata 15 persen orang dewasa merasa takut
menyumbangkan darah.
Merasa
lemah saat melihat darah umumnya berasal dari reaksi berlebihan dari respon
vasovagal. Respon vasovagal terjadi
karena melambatnya jantung dan pelebaran arteri sehingga tekanan darah melambat
dan darah turun ke kaki. Akhirnya otak kekurangan darah yang kaya oksigen dan
menyebabkan orang merasa pusing dan bahkanberakhir pada pingsan. Hal ini
merupakan sebuah refleks rasa takut yang evolusioner yang menjadi mekanisme
bertahan hidup manusia.
Mekanisme
bertahan hidup ini baik bila, katakanlah anda perlu berpura-pura mati di
hadapan satu predator. Situasi inilah yang mungkin menjadi awal dari mekanisme
ini dan jika anda berdarah, detak jantung yang melambat mungkin menolong
mencegah kehilangan terlalu banyak darah. Tapi dalam kebanyakan kasus, demikian
tulis Popular Science yang inagurasi kutip dari apakabardunia, mekanisme ini
justru menjadi sebuah gangguan bagi beberapa orang lainnya.
Seseorang
yang mengalami rasa takut berlebih atau phobia darah disebut sebagai
hematophobia atau hemophobia. Hemophobia berasal dari 2 kata yaitu hemo yang
berarti darah, dan phobia yang berarti rasa takut yang tidak masuk akal
terhadap sesuatu atau situasi tertentu. Bagi Anda yang memiliki cita-cita untuk
memiliki karir di bidang medis, tentunya akan mengganggu jika Anda memiliki
phobia terhadap darah atau merupakan seorang hemophobia.
Melawan
phobia terampuh adalah dengan menjadikannya hal yang biasa. Jadi, semakin
sering orang melihat darah atau memikirkan darah, semakin berkurang rasa jijik
tersebut. Demikian kata Alan Manevitz, seorang psikiater di Weill Cornell
Medical Center di New York yang inagurasi kutip dari apakabardunia. Akan
tetapi, bagi yang memiliki phobia spesifik dalam hal ini terhadap Phobia darah dan
tetap tidak dapat mengatasi rasa takutnya terhadap darah, maka disarankan untuk
berkonsultasi pada dokter ahli dan mengikuti terapi sehingga masalah
hematophobia Anda dapat diatasi dengan baik dan tepat.
Hemophobia
adalah suatu rasa takut yang dialami oleh seseorang jika dirinya melihat darah
ataupun hal yang terkait dengan itu. Rasa takut melihat darah ini teramat
sangat, disamping itu, seseorang yang menderita fobia darah juga menunjukkan
tanda-tanda kegelisahan dan bahkan terkesan dirinya seperti diteror.
Tidak
hanya takut melihat darah secara langsung, orang tersebut juga takut jika
melihat gambar dan film di mana terdapat darah atau pertumpahan darah. Gejala
fisik fobia dapat berupa penurunan pada detak jantung yang abnormal, menurunnya
tekanan darah, telapak tangan dan kaki yang dingin dan berkeringat, mual, dsb.
Di
antara semua cairan tubuh, darah selalu memegang posisi yang penting. Darah
diyakini sebagai pembawa kekuatan hidup dan vitalitas. Dengan demikian,
kehilangan darah sering dianggap sebagai hilangnya sebagian vitalitas dan
kekuatan hidup. Dalam beberapa
kebudayaan kuno, darah dikaitkan dengan dunia sihir. Oleh karena itu, darah
memiliki arti positif dan negatif dalam budaya-budaya tersebut dan dianggap
sebagai sesuatu yang misterius dan ajaib. Fakta bahwa manusia takut apa yang
dia tidak mengerti adalah kebenaran aksiomatis.
C. PENYEBAB HEMOPHOBIA
Phobia dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal. Pada umumnya phobia disebabkan karena pernah mengalami ketakutan yang hebat
atau pengalaman pribadi yang disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya
kemudian ditekan kedalam alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di
masa kecil dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya phobia.
Lalu bagaimana
menjelaskan tentang orang yang takut akan sesuatu walaupun tidak pernah
mengalami trauma pada masa kecilnya? Martin Seligman di dalam teorinya yang dikenal dengan
istilah biological preparedness mengatakan ketakutan yang
menjangkiti tergantung dari relevansinya sang stimulus terhadap nenek moyang
atau sejarah evolusi manusia, atau
dengan kata lain ketakutan tersebut disebabkan oleh faktor keturunan. Misalnya, mereka yang takut kepada beruang, nenek
moyangnya pada waktu masih hidup di dalam gua, pernah diterkam dan hampir
dimakan beruang, tapi selamat, sehingga dapat menghasilkan kita sebagai
keturunannya. Seligman berkata bahwa kita sudah disiapkan oleh sejarah evolusi
kita untuk takut terhadap sesuatu yang dapat mengancam survival kita.
Pada kasus phobia yang
lebih parah, gejala anxiety neurosa menyertai penderita tersebut. Si penderita
akan terus menerus dalam keadaan phobia walaupun tidak ada rangsangan yang
spesifik. Selalu ada saja yang membuat phobia-nya timbul kembali.
Perlu kita ketahui
bahwa phobia sering disebabkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan budaya.
Perubahan-perubahan yang terjadi diberbagai bidang sering tidak seiring dengan
laju perubahan yang terjadi di masyarakat, seperti dinamika dan mobilisasi
sosial yang sangat cepat naiknya, antara lain pengaruh pembangunan dalam segala
bidang dan pengaruh modernisasi, globalisasi, serta kemajuan dalam era
informasi. Dalam kenyataannya perubahan-perubahan yang terjadi ini masih terlalu
sedikit menjamah anak-anak sampai remaja. Seharusnya kualitas perubahan
anak-anak melalui proses bertumbuh dan berkembangnya harus diperhatikan sejak
dini khususnya ketika masih dalam periode pembentukan (formative period) tipe
kepribadian dasar (basic personality type). Ini untuk memperoleh generasi
penerus yang berkualitas.
Berbagai ciri
kepribadian/karakterologis perlu mendapat perhatian khusus bagaimana lingkungan
hidup memungkinkan terjadinya proses pertumbuhan yang baik dan bagaimana
lingkungan hidup dengan sumber rangsangannya memberikan yang terbaik bagi
perkembangan anak, khususnya dalam keluarga.
Berbagai hal yang
berhubungan dengan tugas, kewajiban, peranan orang tua, meliputi tokoh ibu dan
ayah terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, masih sering kabur,
samar-samar. Sampai saat ini masih belum jelas mengenai ciri khusus pola asuh
(rearing practice) yang ideal bagi anak. Seperti umur berapa seorang anak
sebaiknya mulai diajarkan membaca, menulis, sesuai dengan kematangan secara
umum dan tidak memaksakan.
Tujuan mendidik,
menumbuhkan dan memperkembangkan anak adalah agar ketika dewasa dapat
menunjukan adanya gambaran dan kualitas kepribadian yang matang (mature,
wel-integrated) dan produktif baik bagi dirinya, keluarga maupun seluruh
masyarakat. Peranan dan tanggung jawab orang tua terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah teramat penting.
Pada
kasus hemophobia ini penyebabnya dapat terjadi secara langsung, seperti
pengalaman pribadi yang menimbulkan pendarahan seperti kecelakaan medis atau
prosedur pengambilan darah seperti suntikan, transfusi darah, dan sejenisnya.
Namun, juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti melihat orang lain
kecelakaan dan mengeluarkan darah.
D. GEJALA HEMOPHOBIA
Secara umum penderita phobia mengalami gejala-gejala yang hampir sama terhadap
phobia yang diderita masing-masing. Dalam kasus homophobia terdapat beberapa
gejala yang biasa dialami penderita homophobia. Berikut adalah beberapa gejala
yang terjadi pada seorang penderita hemophobia:
· Rasa gelisah yang tidak terkontrol
ketika melihat darah.
· Melakukan segala cara untuk
menghindari sesuatu yang berhubungan dengan darah.
· Tidak mampu beraktifitas normal saat
gelisa atau cemas ketika melihat banyak darah.
· Seringkali timbul rasa takut tidak
masuk akal dan berlebihan ketika melihat darah atau yang berhubungan dengan
darah.
· Berkeringat ketika melihat darah.
· Detak jantung cepat ketika melihat
darah.
· Sulit bernapas ketika melihat darah.
· Dada terasa sakit ketika melihat
darah.
· Merasa sakit ketika melihat darah.
· Gemetar ketika melihat darah.
· Pusing ketika melihat darah.
· Badan terasa lemas ketika melihat
darah.
· Terasa mual ketika melihat darah.
· Jantung berdebar
kencang
· Kesulitan mengatur
napas
· Wajah memerah dan
berkeringat
E. PENANGANAN PENDERITA HEMOPHOBIA
Orang-orang yang mengalami rasa
takut berlebihan melihat darah disebut hemophobia. Hemophobia ini dapat terjadi
secara langsung, seperti pengalaman pribadi yang menimbulkan pendarahan seperti
kecelakaan medis atau prosedur pengambilan darah seperti suntikan, transfusi
darah, dan sejenisnya. Namun, juga bisa terjadi secara tidak langsung, seperti
melihat orang lain kecelakaan dan mengeluarkan darah.
Phobia memang kerapkali muncul dari
rasa trauma di masa lalu terhadap sesuatu yang memunculkan sugesti hingga
ketakutan tersebut menjadi berlebihan. Phobia dapat disebabkan oleh berbagai
macam hal. Peristiwa traumatis di masa kecil dianggap sebagai salah satu
kemungkinan penyebab terjadinya phobia.
Bagaimana cara mengatasinya, apalagi
bagi mereka yang bercita-cita kerja di bidang medis? Melawan phobia terampuh
adalah dengan menjadikannya hal yang biasa. Jadi, semakin sering orang melihat
darah atau memikirkan darah, semakin berkurang rasa jijik tersebut. Demikian
kata Alan Manevitz, seorang psikiater di Weill Cornell Medical Center di New
York.
Hemophobia adalah kondisi klinis
yang dapat diobati dan dapat berhasil diatasi dengan bantuan media psikoterapi
seperti perilaku kognitif, perawatan desensitasi dan kecemasan. Hipnoterapijuga
membawa dampak positif yang sangat efektif untuk mengatasi homophobia atau rasa
takut akan darah.
langkah pertama yang bisa dilakukan
untuk mengatasi homophobia atau rasa takut akan darah ini adalah dengan
menyakinkan diri sendiri bahwa darah hanyalah cairan yang ada didalam tubuh.
Darah bahkan juga mengalir dalam pembuluh darah kita dan tidak ada sisi
negative sama sekali tentang hal itu.
Sama halnya dengan air yang mengalir
keluar dari tempat air, jika tempat air pecah, darah akan mengalir keluar
ketika kulit atau daging terkoyak karena mengalami cedera atau selama proses
pembedahan. Darah membawa nutrisi ke seluruh bagian tubuh dan membantu dalam
mengantar oksigen ke berbagai bagian-bagian tubuh serta membawa limbah dan
karbondioksida dari tubuh. Belajarlah untuk melihat darah dengan cara yang
positif, ilmiah, dan realistis.
Pada beberapa kasus, phobia spesifik
seperti halnya hemophobia - memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap objek
yang spesifik - harus diatasi dengan mengikuti terapi dan konsultasi pada
dokter ahli. Beberapa teknik penyembuhan bagi
penderita homophobia diantaranya sebagai berikut:
a. Terapi berbicara
Perawatan ini
seringkali efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang
bisa digunakan adalah:
·
Hypnotheraphy: Penderita hemophobia diberi sugesti-sugesti untuk menghilangkan phobia atau ketakutannya terhadap darah.
Dibanding metode psikoterapi yang
lain, hipnoterapi merupakan metode yang paling cepat dalam menyembuhkan fobia. Sebagian
besar fobia bisa disembuhkan dalam waktu satu jam saja. Kesembuhan tersebut pun
bertahan lama atau permanen.
b. Terapi pemaparan
diri (Desensitisation)
Orang yang mengalami
fobia sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk terapi perilaku yang
dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini dilakukan secara bertahap
selama periode waktu tertentu dengan melibatkan objek atau situasi yang
membuatnya takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas
atau takut lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan
pengobatan dan terapi perilaku.
beberapa jenis terapi
ini yaitu :
·
Flooding : Si penderita phobia yang takut
kepada darah (hemophobia), dimasukkan ke dalam ruangan dengan berbagai hal yang
berhubungan dengan darah juga darah itu sendiri, sampai ia tidak ketakutan
lagi.
·
Desensitisasi Sistematis : Si penderita phobia yang
takut pada darah dibiasakan terlebih dahulu untuk melihat gambar atau film
tentang apa saja yang menampilkan hal-hal berkaitan dengan darah ataupun darah
itu sendiri, bila sudah dapat tenang baru kemudian dilanjutkan dengan melihat
objek yang sesungguhnya dari jauh dan semakin dekat perlahan-lahan. Bila tidak
ada halangan maka dapat dilanjutkan dengan memegang secara langsung hingga
phobianya hilang.
·
Abreaksi : Penderita phobia dibuat untuk terus-menerus
melakukan interaksi dengan darah sungguhan, hingga akhirnya si penderita merasa
perlahan-lahan pemahamannya mengenai darah mulai berubah. Intinya dalam teknik
ini adalah membuat si penderita merasa jenuh melihat sumber ketakutannya.
·
Reframing : Penderita phobia disuruh
membayangkan kembali masa lampaunya saat permulaan si penderita
mengalami phobia, ditempat itu dibentuk suatu manusia baru yang tidak
takut lagi pada phobia-nya.
·
Terapi
perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy-CBT). Dalam CBT
digunakan tiga teknik ini untuk mencapai tujuan:
Ø Didactic component: Pada tahap ini
terapis berperan dalam membantu penderita/klien untuk menyusun
pemikiran-pemikiran dan harapan positif untuk tujuan akhir terapi.
Ø Cognitive component: Membantu
mengidentifikasi pikiran dan asumsi yang mempengaruhi perilaku penderita phobia,
khususnya yang dapat mempengaruhi mereka hingga menjadi phobia.
Ø Behavioral component: Memodifikasi
perilaku penderita phobia agar dapat menunjukkan perilaku yang lebih sesuai
ketika harus menghadapi sumber phobia.
c. Menggunakan
obat-obatan.
Penggunaan obat
sebenarnya tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya dengan terapi bicara saja
sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini dipergunakan untuk mengatasi efek
dari fobia seperti cemas yang berlebihan. Terdapat 3 jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan,
yaitu:
1. Antidepresan : obat ini sering
diresepkan untuk mengurangi rasa cemas, penggunaannya dizinkan untuk mengatasi
fobia yang berhubungan dengan sosial (social phobia).
2. Obat penenang : biasanya
menggunakan obat yang mengandung turunan benzodiazepines. Obat ini bisa
digunakan untuk mengatasi kecemasan yang parah, tapi dosis yang digunakan harus
serendah mungkin dan penggunaannya sesingkat mungkin yaitu maksimal 4 minggu.
Ini dikarenakan obat tersebut berhubungan efek ketergantungan.
3. Beta-blocker : obat ini biasanya
digunakan untuk mengobati masalah yang berhubungan dengan kardiovaskular,
seperti masalah jantung dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Karena berguna
untuk mengurangi kecemasan yang disertai detak jantung tak beraturan.
F. CONTOH KASUS HEMOPHOBIA
Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Isaac Marks dari Institute of Psychiatry di London menyimpulkan Sekitar 30
persen anak-anak takut melihat darah. Ketakutan ini pada akhirnya berlanjut
hingga usia dewasa. Rasa trauma yang mendalam ini mengakibatkan rata-rata 15 persen
orang dewasa merasa takut menyumbangkan darah.
Merasa lemah saat melihat darah
umumnya berasal dari reaksi berlebihan dari respon vasovagal.
Respon vasovagal terjadi karena melambatnya jantung dan pelebaran arteri
sehingga tekanan darah melambat dan darah turun ke kaki. Akhirnya otak
kekurangan darah yang kaya oksigen dan menyebabkan orang merasa pusing dan
bahkan pingsan. Hal ini merupakan sebuah refleks rasa takut yang evolusioner
yang menjadi mekanisme bertahan hidup manusia.
Mekanisme bertahan hidup ini baik
bila, katakanlah Anda perlu berpura-pura mati di hadapan satu predator. Situasi
inilah yang mungkin menjadi awal dari mekanisme ini. Dan jika Anda berdarah,
detak jantung yang melambat mungkin menolong mencegah kehilangan terlalu banyak
darah. Tapi dalam kebanyakan kasus, demikian tulis Popular Science, mekanisme
ini justru menjadi sebuah gangguan.
Difanty Meza, seorang wanita 21
tahun kelahiran Bandung, Jawa Barat adalah merupakan salah satu contoh
penderita homophobia yang ada dimasyarakat. Menurut pengakuan mahasiswi di
Universitas Pendidikan Indonesia ini, Ia akan tiba-tiba berkeringat dingin,
mual dan gemetar setiap kali melihat darah. Bahkan sering kali terjadi bila
ketakutannya terlalu besar, ia bisa saja pingsan. Terlebih lagi yang membuatnya
seperti ini bukan darah yang hanya menggenang atau ada tanpa sebab, tapi darah
yang timbul dari luka, baik dari luka sekecil apapun, baik itu darah yang dilihat
secara langsung maupun dari gambar.
Ketakutannya ini mulai dirasakan
awalnya ketika duduk di bangku SMP kelas 2. Menurut pemaparannya, saat itu ia
sedang berada di laboratorium biologi, ketika itu jari Difa sedikit tersayat
oleh silet dan ketika ia melihat ada darah keluar dari jarinya, secara sponyan
ia langsung merasa pusing, berkeringat, terasa lemas, dan sepertinya sangat
pucat serta badan terasa dingin. Namun disisi lain, Difa merupakan aktivis PMR
yang sering sekali melihat darah, maupun tragedy kecelakaan tragis yang
menyebabkan korban mengalami pendarahan hebat namun tidak pernah merasakan
seperti halnya ketika ia melihat darah yang keluar dari luka.
Munurut Difa, ia mendapatkan trauma
darah atau yang bisa kita sebut dengan homophobia, ini merupakan turunan dari
sang Ibu. Dari cerita Difa Ibunya juga adalah seorang penderita homophobia sejak
kecil. Ibu Difa juga akan merasakan hal yang sama seperti Difa ketika melihat
darah yang keluar dari luka yang kecil maupun yang besar, baik secara langsung
ataupun tidak langsung.
Dari kasus Difa, dapat kita
simpulkan bahwa Difa merupakan penderita homophobia yang mendapatkan phobianya
bukan dari trauma mendalam dimasa kecilnya, namun karena faktor turunan dari
orang tuanya yaitu ibu. Difa juga mempunyai spesifikasi phobia terhadap darah
yaitu, tidak kepada semua darah atau yang berhubungan dengan darah ia merasa
takut, melainkan hanya pada darah yang timbul atau yang keluar dari luka seseorang
ataupun dirinya sendiri.
BAB. III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Phobia didefinisikan sebagai kecemasan neurotik yang tidak rasional terhadap
sesuatu atau situasi yang sebenarnya tidak menakutkan namun menyebabkan
seseorang untuk menghindarinya karena dianggap sesuatu atau situasi tersebut
dapat mengancam hidupnya. Phobia juga menyebabkan tekanan
secara fisik dan psikologis dan dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk
dapat beraktifitas secara normal. Phobia merupakan suatu mekanisme pelarian
diri dari konflik-konflik bathiniah dari jiwa seseorang.
Hemophobia
adalah suatu rasa takut yang dialami oleh seseorang jika dirinya melihat darah
ataupun hal yang terkait dengan itu. Rasa takut melihat darah ini teramat
sangat, disamping itu, seseorang yang menderita fobia darah juga menunjukkan
tanda-tanda kegelisahan dan bahkan terkesan dirinya seperti diteror. Tidak
hanya takut melihat darah secara langsung, orang tersebut juga takut jika
melihat gambar dan film di mana terdapat darah atau pertumpahan darah.
Hemophobia dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal. Pada umumnya phobia disebabkan karena pernah mengalami ketakutan yang hebat
atau pengalaman pribadi yang disertai perasaan malu atau bersalah yang semuanya
kemudian ditekan kedalam alam bawah sadar. Peristiwa traumatis di
masa kecil dianggap sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya phobia.
Selain itu phobia juga dapat disebabkan factor genetic yaitu merupakan keturanan
dari orang tua baik ayah maupu ibu.
Secara umum
penderita hemophobia mengalami gejala-gejala yang hampir sama terhadap phobia
terhadap sesuatu atau situasi yang lain. Rasa gelisah yang tidak terkontrol akan phobianya, tidak
mampu beraktifitas normal, berkeringat, detak jantung cepat, sulit bernapas,
dada terasa sakit, gemetar, pusing, terasa mual dan lain sebaganya.
Hemophobia adalah kondisi klinis
yang dapat diobati dan dapat berhasil diatasi dengan bantuan media psikoterapi
seperti perilaku kognitif, perawatan desensitasi dan kecemasan. Beberapa teknik penyembuhan bagi penderita homophobia diantaranya
yaitu terapi
berbicara, terapi pemaparan diri (Desensitisation), juga bisa dengan
terapi menggunakan
obat-obatan.
B. Saran
Setelah mempelajari makalah ini di
harapkan pembaca dapat lebih memahami tentang gangguan psikologi khususnya
hemophobia. Bagaimana mengatahui gejala-gejala seseorang yang menderita
hemophobia serta mengetahui cara untuk membantu penderita hemophobia agar bisa
sembuh dari phobianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar